Bermitra Di Asia Tenggara: Empat Alasan Mengapa Diplomasi Penting Dalam Ilmu Pengetahuan

Senin, 10 April 2023
  1. JIKA KAWASAN KITA BERKEMBANG, KITA PUN AKAN BERKEMBANG
    Asia Pasifik merupakan rumah bagi sekitar 60 persen populasi dunia dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Indonesia, negara dengan populasi terpadat keempat di dunia dan ekonomi terbesar ke-10 (dalam hal paritas daya beli), dengan tepat memilih tema "Pusat Pertumbuhan" sebagai Ketua ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) tahun 2023. Indonesia juga memiliki tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia. Seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Ekonomi Melingkar Nasional: 2025-2029, ekonomi yang lebih hijau dan lebih melingkar sangat penting untuk melindungi keanekaragaman hayati yang unik dan populasi yang berkembang pesat dengan jumlah sekitar 270 juta orang. Keberhasilan Indonesia dalam mewujudkan tujuan pembangunan ekonomi berkelanjutan sangat penting bagi Australia. Sebagai tetangga, kita saling terhubung. Kami selalu terhubung. Masa lalu dan masa depan kita terjalin erat. Bersama-sama, kedua negara kita berbagi perbatasan maritim dengan perdagangan yang dinamis dan kehidupan laut yang unik. Di antara kehidupan laut ini adalah tuna sirip biru selatan. Spesies yang hanya bertelur di perairan tropis Bali, Jawa, dan Australia Barat ini menyumbang sekitar $91 juta bagi pendapatan perikanan komersial Australia. Tuna ini merupakan sumber makanan dan mata pencaharian bagi banyak orang. Ini hanya satu alasan mengapa kita harus bekerja sama dengan tetangga kita untuk melindungi ekosistem bersama kita yang tak ternilai harganya. Tuna sirip biru adalah spesies yang hanya bertelur di perairan tropis Bali, Jawa, dan Australia Barat. Spesies ini menyumbang sekitar $91 juta bagi pendapatan perikanan komersial Australia.
     
  2. DI DUNIA ALAMI, BATAS-BATAS TIDAK ADA
    Tuna sirip biru selatan yang berenang bebas di lautan mengingatkan kita bahwa di alam, batas-batas itu tidak ada. Itulah mengapa program kami di seluruh Asia Tenggara mendobrak gagasan konvensional tentang perbatasan. Sampah plastik, hama, dan penyakit tidak mengenal batas. Mereka tidak memiliki paspor. Mereka berpindah dengan sangat cepat. Dan, tanpa pengelolaan yang tepat, dapat menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan. Namun, jika kita memahami dan bermitra dengan tetangga-tetangga regional kita, secara kolektif kita dapat menggunakan inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk membentuk dunia yang lebih berkelanjutan dan sejahtera.
     
  3. MENGAKHIRI SAMPAH PLASTIK ADALAH TANTANGAN GLOBAL YANG MENDESAK
    Salah satu misi kami adalah mengakhiri sampah plastik. Kami memiliki tujuan untuk mencapai pengurangan sampah plastik yang masuk ke lingkungan Australia sebesar 80 persen pada tahun 2030. Untuk menjawab tantangan global ini, kami membentuk Jaringan Inovasi Plastik Indo-Pasifik (IPPIN). Kelompok peneliti, inovator, dan investor ini mendefinisikan ulang siklus hidup plastik dari produksi hingga daur ulang. Melalui kemitraan multisektor, IPPIN mendukung para pengusaha di seluruh wilayah untuk mengubah masalah plastik menjadi solusi yang menguntungkan dan berkelanjutan. Salah satu contohnya adalah Greenhope, perusahaan rintisan Indonesia yang didukung oleh IPPIN, yang telah mengembangkan teknologi yang memanfaatkan pati singkong untuk memproduksi kemasan bioplastik yang dapat terurai secara alami. Sejak usaha mereka dimulai, Greenhope telah berhasil mengganti 12 miliar lembar plastik konvensional menjadi plastik yang dapat terurai secara hayati dan meningkatkan kesejahteraan 179 petani singkong di Indonesia. Berkurangnya polusi plastik yang masuk ke lautan kita akan menghasilkan kesehatan yang lebih baik bagi semua. Termasuk tuna sirip biru selatan dan spesies laut lainnya yang berenang di antara perairan Australia dan Indonesia.
     
  4. KESIAPAN BIOSEKURITI
    Fall Armyworm, serangga yang menjadi ancaman utama bagi tanaman, pertama kali terdeteksi di Queensland utara, Wilayah Utara, dan Australia Barat pada tahun 2020. Ulat yang sangat lapar ini menyukai jagung dan jagung manis serta dapat bertahan hidup di berbagai jenis tanaman. Sayangnya, hama ini sekarang sudah tersebar di seluruh Asia Tenggara dan Australia dan telah dilaporkan di Selandia Baru dan di seluruh Kepulauan Pasifik. Hal ini telah menjadi masalah regional yang membutuhkan solusi regional. Penelitian Ulat Grayak Musim Gugur baru-baru ini, yang dipimpin oleh kami dan diterbitkan di Nature, mengidentifikasi wilayah kami sebagai hotspot biosekuriti. Hal ini semakin menggarisbawahi kebutuhan kritis akan kolaborasi kolektif dalam mengatasi ancaman biosekuriti. Inilah sebabnya mengapa kami sekarang menjadi tuan rumah Sekretariat ASEAN Fall Armyworm & Integrated Pest Management Action Plan. Rencana Aksi ini menyatukan para pemangku kepentingan dari seluruh wilayah untuk membangun strategi proaktif dalam memantau dan mengelola Fall Armyworm, hama dan penyakit tanaman lainnya untuk memantau dan merencanakan ancaman biosekuriti di masa depan secara memadai.