Davos, 21-24 Januari 2020 ‒ Greenhope berkesempatan untuk kembali memenuhi undangan terbatas dari The Schwab Foundation for Social Entrepreneurship yang juga merupakan inisiator World Economic Forum dan berpartisipasi pada perayaan hari jadi WEF ke-50 di Davos, Swiss pada awal tahun 2020 ini.
Dalam pertemuan kaliber internasional tersebut Tommy Tjiptadjaja bertemu dengan berbagai pemimpin dunia, politikus, pemangku kepentingan, aktivis lingkungan dan sosial, dan banyak lainnya yang kesemuanya berkumpul dengan satu tujuan, sesuai tajuk WEF, yaitu, “Committed to Improving the State of the World” (Berkomitmen untuk meningkatkan situasi dunia).
Ada lebih dari 30 sesi tentang polusi sampah plastik di konferensi kali ini di Davos, dan Tommy hadir dan berkontribusi di banyak sesi diskusi tersebut. Tommy juga membawakan sesi “Innovation for Impact: Engineering Sustainable Plastics” dimana beliau membagikan paradigma holistik 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Return to Earth/Recapture) dimana material inovasi mudah terurai Greenhope seperti bioplastik singkong Ecoplas, Oxium, sebagai bagian dari Return to Earth agar mengurangi penumpukan sampah plastik di TPA maupun ketika tidak sengaja tercecer di alam. Kami bangga kiprah Co-Founder kami di mancanegara ini terdeteksi media terpercaya Indonesia juga, Kompas (baca berita lengkapnya di sini)
Dalam kesempatan tersebut, ia juga bertemu dengan Kemenko Maritim, Bapak Luhut Binsar Panjaitan yang turut bangga memperkenalkan Greenhope dan teknologi plastik ramah lingkungannya ke dunia sebagai salah satu karya anak bangsa Indonesia yang bisa menjadi salah satu alternatif untuk menaklukan permasalahan polusi sampah plastik, sangat menarik melihat postingan instagram beliau mengenai isu ini. Untuk selengkapnya bisa dibaca di sini
Pada refleksinya yang dimuat di Indonesia Tatler, April 2020, halaman 60 s/d 65 dengan judul “Pillars of the Earth”, Tommy Tjiptadjaja menyampaikan betapa ia sangat mengapresiasi peranan anak muda jaman “now” yang banyak menjadi changemakers seperti Greta Thunberg yang dengan sangat berani mengkritik orang dewasa dan meminta mereka bertanggung jawab atas eksploitasi sumber daya alam yang mengakibatkan berbagai kerusakan alam di muka bumi.
Anak muda perlu dilibatkan, mengingat banyak berbagai keputusan yang dibuat oleh orang dewasa, pemimpin-pemimpin senior, mempunyai dampak yang besar ke masa depan yang mempunyai konsekuensi harus ditanggung dan dihidupi oleh generasi muda tersebut. Prof. Klaus Schwab, di ulang tahun World Economic Forum yang ke-50 kali ini, secara sadar dan sengaja mengundang perwakilan2 anak muda yang terbanyak.
“Kolaborasi yang setara dan saling menghormati, jujur, kontekstual dan holistik, antara solusi-solusi lokal dan global, sangat dibutuhkan jika ingin berdampak yang signifikan di dalam memerangi masalah sampah plastik yang masif dan sistemik ini. Solusi yang sepotong2, copy-paste, ego dan merasa dirinya paling benar, dogmatis, menjajah, dan sebagainya, tidak akan tepat dan cukup.” ‒ Tommy Tjiptadjaja, Co-Founder and CEO of Greenhope
Hal lain yang juga disampaikan oleh Tommy adalah, Greenhope sebagai Perusahaan Sosial-Teknologi Ramah Lingkungan memiliki misi untuk merubah plastik konvensional menjadi lebih berkelanjutan, baik itu dengan teknologi plastik mudah terurai, Oxium, maupun bioplastik (plastik nabati dari singkong yang mampu terurai dan dapat menjadi kompos), yaitu Ecoplas dan Naturloop.
Kolaborasi yang setara dan saling menghormati, jujur, holistik, panduan solusi lokal (bottom-up) dan global (top-down) yang berimbang, kontekstual, sangat dibutuhkan. Pandangan-pandangan yang masih ada baik dari elemen-elemen tertentu di dunia internasional maupun lokal seperti “kita selalu benar”, “dunia barat/timur/selatan/utara selalu benar”, “solusi x yang terbaik”, “one global solution untuk seluruh dunia”, itu tidak akan efektif. Tommy membagikan di salah satu sesi, bahwa paduan best practice dunia bisa sangat membantu, tetapi karena sampah adalah masalah2 lokal yang tidak terlepas dari budaya, kompleksitas infrastruktur, cuaca, daya beli masyarakat lokal, sudah pasti dibutuhkan solusi lokal dipadukan dengan kearifan lokal juga. Solusi-solusi seperti Go-Jek motorcycle taxi and delivery, contohnya, tidak akan mungkin bisa ditemukan di Zurich, Davos, Amsterdam, atau banyak tempat lain lagi yang sudah kaya, tidak macet, densitas penduduk yang jauh lebih rendah, dst. Kuncinya adalah kejujuran, objektivitas/tidak bias, dan open minded agar bisa memadukan solusi global dan lokal yang terbaik, tepat guna, kontekstual.
Isu masif dan sistemik ini hanya bisa ditaklukan bersama-sama jika segala pihak dari segala kalangan dapat bekerjasama secara kolaboratif sebagai bagian dari sebuah ekosistem yang berkesinambungan. Jadi sudah selayaknya baik itu industri, korporasi, NGO, Pemerintahan Lokal maupun Internasional, hingga Akademisi untuk bahu membahu memenuhi panggilan bumi pertiwi dan menciptakan perubahan untuk masa ini dan masa depan. Greenhope, sebagai social enterprise dari Indonesia, milik Indonesia, dengan teknologi2 ber-paten temuan ilmuwan Indonesia, siap sumbangsih bekerja sama dengan siapa saja, untuk kontribusi nasional maupun internasional menangani masalah sampah plastik ini.