Tangerang--Pemerintah menargetkan pengurangan sampah laut hingga 70 persen pada tahun 2025. Tak tanggung-tanggung, 16 kementerian dan lembaga berkolaborasi untuk memenuhi target ambisius tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 83 yang diterbitkan pada tahun 2018.
Berbagai upaya telah dilakukan dari pencegahan di hulu hingga penanganan di hilir. Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan adalah penggunaan bahan plastik yang mudah terurai (biodegradable). Salah satu yang sudah melakukan hal ini adalah Greenhope. Perusahaan teknologi penghasil resin plastik ramah lingkungan ini menciptakan solusi untuk menangani polusi sampah plastik.
Untuk mendukung pengembangan industri plastik mudah terurai secara alami tersebut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang diwakili oleh Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Doddy Rahadi menghadiri kegiatan Silaturahmi Industri Hijau yang diinisiasi oleh Greenhope bersama dengan Gerakan Pasti (Plastik Akal Sehat untuk Indonesia), pada Hari Senin (17-9-2022). "Tidak ada solusi tunggal untuk mengatasi problem sampah plastik yang kompleks ini sehingga perlu solusi holistik dan kontekstual yang sesuai dengan sosio-ekonomi masyarakat, iklim dan kondisi geografis Indonesia," tutur Doddy.
Lebih jauh, dia mengatakan bahwa Solusi Return to Earth adalah upaya terobosan berupa inovasi plastik mudah terurai di alam yang dapat meminimalisasi timbulan sampah plastik. "R keempat ini dapat menjadi solusi untuk plastik-plastik kemasan kecil yang terkontaminasi dan sulit untuk didaur ulang agar tidak menjadi beban lingkungan karena belum mampu diatasi dengan metode 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle)," tambahnya.
Selain hadir mewakili Menteri Perindustrian, dalam acara yang juga sekaligus peresmian beroperasinya pabrik baru Greenhope itu, hadir pula pewakilan dari lima unsur (pentahelix) yaitu pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media dan komunitas masyarakat. Perwakilan dari kelima unsur tersebut antara lain: Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI-AD (PPAD) Letjen TNI (Purn) Doni Monardo, Deputi Sistem Nasional (Sisnas) Dewan Ketahanan Nasional Deputi Sisnas Watannas Syachrial E. Siregar, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Strategis Diaz Hendropriyono, Ketua Umum Gerakan Pasti (Plastik Akal Sehat untuk Indonesia) Naning Adiwoso, Komisaris Utama Disway Dahlan Iskan, Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama, Ketua National Plastic Action Partnership (NPAP) Tuti Hadiputranto, Founder dan CEO Greenhope Tommy Tjiptadjaja, Founder dan CIO Greenhope Sugianto Tadio, akademisi ITB Profesor Akhmad Zainal Abidin, Presiden Direktur PT Suparma Edward Sopanan. Selain nama-nama tersebut ada sekitar 200-an hadirin lainnya yang berasal dari beragam unsur pentahelix.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Letjen TNI (Purn) Dr (HC) Doni Monardo menyampaikan apresiasi atas kontribusi Greenhope dalam menyukseskan program “Citarum Harum”. Dia menuturkan bahwa penggunaan kantong bibit Ecoplas Greenhope yang terbuat dari Singkong mampu meningkatkan keberhasilan penanaman bibit di Kawasan hulu Sungai Citarum. “Jutaan bibit kopi dan tanaman hijau yang ditanam di kawasan hulu Citarum, juga telah menunjukkan progres yang cukup baik. Salah satunya menghasilkan biji kopi premium yang tidak terdapat kandungan plastiknya,” beber mantan wakil komandan Satgas Citarum Harum ini
Menyinggung soal bibit kopi yang ditanam dengan kantong bibit Ecoplas beberapa tahun yang lalu itu, menurut Doni bahwa hasilnya sudah dipanen dan dibeli oleh PT Kapal Api. "Dan sekarang informasinya sudah masuk di pasar Eropa, khususnya Italia. Artinya, bahwa kualitas kopi ini premium, tidak ada kandungan plastik di dalam biji kopinya,” tegasnya.
Selain menggunakan material plastik yang mudah terurai, Doni pun mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar mau melakukan perubahan perilaku demi keberlangsungan lingkungan. Menurutnya, tanpa adanya kesadaran kolektif untuk memperbaiki lingkungan, maka visi "Indonesia Emas 2045" akan sulit terwujud dan hanya menyisakan "Indonesia Cemas”. “Tetapi begitu banyak pihak-pihak yang sekarang bekerja keras untuk menjaga ekosistem negara kita, maka Indonesia Emas insya Allah akan terwujud,” ucapnya.
Menambahkan pada kesempatan itu, Co-Founder dan CEO Greenhope Tommy Tjiptadjaja mengatakan bahwa untuk menyelesaikan masalah solusi sampah plastik, perlu mempertimbangkan beragam variabel yang ada di Indonesia. “Semua solusi atau inovasi yang muncul harus memperhatikan aspek lokal, yakni budaya, tingkat sosio-ekonomi, infrastruktur penanganan sampah, kompleksitas geografi dan iklim,” imbuhnya.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, pria peraih penghargaan sebagai Sociopreneur dari World Economic Forum itu berargumen bahwa ekonomi sirkular di Indonesia akan berjalan bila dilakukan tiga tahapan inovasi. “Perlu dilakukan inovasi teknologi yang menghasilkan plastik mudah terurai, inovasi proses yang menyangkut proses pemilahan hingga pengolahan sampah serta inovasi sosial yang menstimulasi perubahan mindset dan perilaku,” urai Tommy.
Yang perlu ditekankan, imbuhnya, adalah masing-masing solusi, baik reduce, reuse, recycle maupun return to earth sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing sehingga perlu dikelola efek sampingnya. “Masalah sampah plastik merupakan masalah yang sistemik sehingga tidak ada satupun solusi R yang paling hebat sendiri, semua harus holistik dan kontekstual serta terjangkau,” ujarnya. Dengan keyakinan ini, dia mengatakan bahwa Greenhope siap bermitra dengan berbagai pihak untuk melakukan kolaborasi dalam penanganan sampah plastik.
Pernyataan Tommy ini lantas diamini oleh Ketua Umum Gerakan Pasti, Naning Adiwoso. “Menangani sampah plastik tidak mudah, kita perlu melakukan kampanye perubahan pola pikir dengan cara melakukan kampanye kepada masyarakat yang berada di level paling bawah selain mengedukasi untuk mulai berubah ke penggunaan sampah plastik mudah terurai,” tutupnya.
Polusi sampah plastik adalah salah satu penyebab krisis lingkungan yang bermuara pada perubahan iklim. Mau tak mau membuat manusia harus mengubah kebiasaanya. Dari yang abai lingkungan menjadi lebih peduli lingkungan. Karena fakta ini, industri hijau yang berkelanjutan telah menjadi tren global. Tidak hanya jadi peluang bisnis tapi juga membangun peradaban dunia. “Kadin sebagai rumah bagi pelaku usaha industri, berkomitmen untuk mengeksplorasi industri hijau di Indonesia dengan berbagai tantangannya,” ujar Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid dalam kesempatan yang sama. Komitmen itu, lanjutnya, akan dilakukan dengan cara mendorong sektor industri hijau melalui jaringan di dalam dan luar negeri melalui perjanjian bilateral. “Lalu kami juga mendorong kemitraan publik dan swasta untuk mengembangkan industri hijau,” pungkasnya.
Tak hanya diatas kertas, Greenhope dan Gerakan Pasti juga melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) untuk kolaborasi 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Return to Earth).
Kesepakatan tersebut dilakukan oleh entitas pelaku usaha dan NGO bersama tiga perusahaan rintisan pengelolaan sampah yaitu Jangjo, Rekosistem, dan Green Prosa. Sekjen Gerakan Pasti Variaty Johan dalam Silaturahmi Industri Hijau menjelaskan bahwa kolaborasi kelima institusi itu berupa edukasi untuk perubahan pola pikir masyarakat terhadap penangan sampah, pemilahan dan pengelolaan sampah plastik, pengelolaan sampah organik serta penggunaan plastik yang mudah terurai.
Detilnya, dia menyebutkan bahwa proyek-proyek tersebut akan dilaksanakan di Jakarta, Banyumas dan Surabaya. “Dengan kolaborasi ini, kita mau tunjukkan bahwa masing-masing solusi bisa saling melengkapi dan impactnya bagi masyarakat akan semakin besar,” pungkasnya