“Membawa Dampak Sosial dan Lingkungan Melalui Bisnis yang Berkelanjutan”

Minggu, 04 September 2022

KULIAH PERDANA

UNIVERSITAS PADJAJARAN

Selasa, 30 Agustus 2022 telah dilaksanakan kuliah Perdana Mahasiswa Baru Sekolah Pascasarjana Semester Ganjil Tahun Akademik 2022 / 2022 dengan dua Pembicara utama yakni Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc.,Ph.D sebagai guru besar Universitas Padjajaran dan Olivia Dianina Purba sebagai Senior Manager of Partnership, Sustainability and Impact di Greenhope. Kuliah perdana yang dilaksanakan secara daring tersebut merupakan rangkaian kegiatan penerimaan mahasiswa baru yang bertujuan untuk membuka pemikiran sadar lingkungan dan mendorong gagasan solusi bagi upaya menciptakan lingkungan yang berkelanjutan. 

 

Hal ini mengingat permasalahan lingkungan menjadi perhatian khusus yang harus dihadapi negara-negara berkembang yang diakibatkan oleh tingginya tingkat aktivitas industri yang menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, termasuk Indonesia. Sayangnya, aktivitas industri tersebut tidak diiringi dengan kepekaan industri terhadap keberlanjutan lingkungan. Sehingga semakin hari pencemaran yang muncul dari polusi industri semakin tinggi dan menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan.

Kuliah perdana diawali oleh pemaparan tentang Human Ecologi and Environment Challenges oleh Prof. Dr. Johan Iskandar. Prof Johan menjelaskan bahwa kehidupan manusia terhadap lingkungan saling mempengaruhi sehingga terbentuklah ekosistem seimbang. Sejatinya, manusia sebenarnya dapat menemukan praktik-praktik terbaik perilaku yang berkelanjutan melalui masyarakat adat. Di prinsip ilmu human ecology, menyatakan bahwa selain mempelajari bagaimana budaya itu diadaptasi pada lingkungan, perhatian juga harus difokuskan bagaimana hubungan dari populasi manusia tertentu terhadap ekosistem tertentu.

Pandangan ini menyatakan manusia hanya merupakan populasi yang lain diantara populasi tanaman dan spesies-spesies hewan yang berinteraksi satu sama lain dan juga dengan komponen non-organis dari ekosistem lokalnya. Jadi, ekosistem merupakan unit analisis yang mendasar dalam kerangka kerja konseptual mereka pada ekologi manusia. Maka dari itu, budaya yang didalamnya terkandung perilaku manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan ekosistem. Masyarakat akan dianggap sebagai satu kesatuan dengan lingkungan, sehingga muncullah rasa kepemilikan bersama oleh masyarakat akan lingkungan sekitarnya sehingga rasa kepemilikan pada lingkungan timbul dan akan mendorong masyarakat untuk dapat menjaga lingkungannya bagaimanapun caranya. Oleh sebab itu dalam budaya yang terjadi banyak yang melahirkan instrument yang bermacam-macam dengan tujuan untuk penjagaan lingkungan. Instrument budaya yang seringkali kita temukan ialah seperti legenda hutan keramat dan larangan- larangan adat akan alam.

 

Banyak pelajaran terkait perilaku kehidupan yang peduli lingkungan sudah ada di masyarakat Indonesia, salah satunya ialah masyarakat Bali dengan filosofi hidup “Tri Hita Karana”. Filosofi ini mengajarkan kita untuk selalu harmoni pada tuhan, manusia dan lingkungan. Hal inilah yang kemudian menjadi pijakan awal dari pemaparan kedua oleh Olivia Dianina Purba terkait Bringing Social & Environmental Impact through A sustainable Business. Olivia menjelaskan sangat penting bagi kita menyadari bagaimana bahwa kondisi bumi saat ini sangat rentan akibat kerusakan lingkungan yang manusia perbuat dan perlunya aksi nyata melalui praktek bisnis yang berkelanjutan. 

Bisnis berkelanjutan (sustainability business) menjadi keniscayaan sebagai solusi industri di masa depan. Ada 4 hal yang melatarbelakangi hal ini, pertama, saat ini kita tengah menghadapi perubahan iklim dan perang terhadap sampah plastik. Kedua, peran manusia bagi lingkungan sangat penting melalui mengadopsi dan berinovasi melalui teknologi untuk menyelamatkan lingkungan. Pengembangan teknologi kedepan menjadi kunci penting bagi upaya penyelamatan lingkungan, tentunya dibarengi dengan kebijaksanaan. 

Ketiga, perilaku manusia saat ini semakin dinamis ditandai dengan perubahan referensi dan gaya hidup. Saat ini, perubahan trend gaya hidup dan preferensi konsumen menuju pada produk atau teknologi yang ramah lingkungan dan berdampak secara sosial. Akibatnya, kini banyak industri juga mengubah dan meningkatkan produk atau teknologi yang ditawarkan lebih ramah lingkungan serta berdampak secara sosial. Keempat,  Sektor keuangan dan investasi semakin fokus pada prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG), lantaran berkaitan dengan isu keberlanjutan (sustainability). Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah portofolio yang ditawarkan kepada investor dan aset kelolaan portofolio berbasis ESG.

 

Bisnis berkelanjutan (Sustainability Business) tidak sama dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Inti perbedaannya ialah bisnis berkelanjutan menjadikan dampak sosial dan lingkungan sebagai model bisnisnya, sehingga seiring bisnis atau perusahaan tersebut berkembang maka semakin besar pula dampak yang dihasilkan ke sosial dan lingkungan. Berbeda dengan hal ini, CSR hanya menjadi program komitmen yang dilakukan perusahaan atau bisnis untuk mendukung kegiatan yang berdampak sosial dan lingkungan. 

Kedepan, keberadaan bisnis berkelanjutan sangat dibutuhkan di berbagai bidang. Diantara bidang yang menjadi kebutuhan bisnis hijau ini ialah energi bersih dan terbarukan, industri listrik, smart cities, smart buildings, regenerative agriculture/ land use technology, sustainable food, tech-enabled recycling dan biodegradable bioplastic technologies.

 

Sebagai salah satu bisnis berkelanjutan, Greenhope bergerak dibidang Oxo-biodegradable, biobased biodegradable dan biobased compostable technologies. Greenhope Indonesia adalah perusahaan teknologi lokal yang bergerak dalam bidang manufaktur plastik. Greenhope dikenal sebagai perusahaan Indonesia yang berhasil merintis dua teknologi terkemuka yaitu Oxium dan Ecoplas, dan kini tengah mengembangkan Naturloop.Oxium atau oxo-biodegradable aditif adalah formula yang dapat mempercepat degradasi molekuler dan kimia plastik. Dalam kata lain, microchip ini mampu membantu memecahkan komponen sampah plastik agar lebih cepat terurai. Seperti yang kita ketahui, proses degradasi sampah plastik membutuhkan waktu hampir 450 tahun, dengan menggunakan Oxium, prosesnya hanya membutuhkan waktu 2-5 tahun saja.

Ecoplas adalah kantong ramah lingkungan yang merupakan inovasi baru dengan rancangan yang menarik dan harga terjangkau yang dibuat berbahan dasar singkong. Teknologi bioplastik jenis ini diproduksi dengan penghematan bahan bakar/energi. Ecoplas adalah resin baru yang dikembangkan dan diciptakan di Indonesia oleh putra Indonesia yang mengandung 50 persen tepung singkong Indonesia beserta sumber-sumber alami lain yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Saat ini Ecoplas sudah dipatenkan dan diharapkan dapat menjadi pilihan alternatif selain resin-resin lain yang sudah dikenal masyarakat. Sedangkan Naturloop adalah teknologi generasi terbaru dari Greenhope berupa bioplastik berbahan dasar singkong dengan kemampuan home compostable. 

 

Di sesi akhir, Tommy Tjiptadjaja, Co-Founder dan CEO Greenhope, menyampaikan bahwa saat ini dunia tengah memasuki fase transisi menuju industri hijau. Terjadi banyak ketidakpastian dari mulai regulasi hingga kesiapan pasar, namun hal ini menjadi tantangan kedepan dan harus dihadapi bersama. Greenhope bersama berkolaborasi bersama berbagai pihak baik pemerintah, akademisi, perusahaan-perusahaan, NGOs, dan aktivis lingkungan untuk membangun ekosistem yang baik bagi kemajuan industri hijau dan bisnis berkelanjutan.