Ngobrol Santai Tentang Pengurangan Sampah Plastik Oleh Bagong Suyoto

Selasa, 06 Desember 2022

Saya diundang ketemu di sebuah tempat kuliner di wilayah Bekasi, 1 Desember 2022. Dalam pertemuan santai kami ngobrol tentang pengurangan dan penggunaan plastik yang mudah terurai. Sebelum banyak cerita kami makan nasi liwet, ayam kampung dan ikan gurame goreng, sayur asam, sambel, dll. Menu ala kampung. Nikmat banget.

Kami sudah lama menyuarakan seputar plastik mudah terurai, desain dan harga yang layak, dll karena selama ini masyarakat sudah begitu nyaman dengan plastik konvensional. Plastik konvensional memang punya keunggulan; halus, tak mudah sobek, tahan lama, harga murah, dapat didauulang, dll. Dan, plastik jenis ini diproduksi dan disokong perusahaan- perusahaan raksasa dari Amerika, Eropa, dll. Juga di Indonesia. Plastik konvensional didukung oleh beberapa asosiasi, lembaga, komunitas yang punya sumber daya cukup besar.

Lalu, apakah masyarakat bisa beralih ke plastik yang mudah terurai atau ramah lingkungan? Padahal dunia, PBB menyatakan perang terhadap sampah plastik! Dalam beberapa laporan limbaga riset internasional sejumlah negara dimasukan dalam level pencemar limbah plastik di laut terbesar di dunia, nomor satu RRT, nomor dua Indonesia, disusul beberapa negara. Sedang Amerika Serikat sebagai salah satu produsen plastik konvensional terbesar di dunia tidak dimasukkan dalam kelompok tersebut.

Apakah data itu benar atau tidak, faktanya, informasi Indonesia sebagai pencemar limbah plastik terbesar kedua sudah tersebar di seluruh dunia. Indonesia kena getahnya. Sesuatu yang buruk melekat pada Indonesia.

Buktinya, Indonesia punya hamparan plastik konvensional sejumlah titik, TPA ilega penuh sampah plastik konvensional, TPA open dumping penuh sampah plastik konvensional, DAS/sungai hingga laut dihiasa sampah plastik konvensional. Beban lingkungan semakin berat dan ancaman kesehatan semakin nyata, serta ekosistem air dan makhluk yang ada didalamnya semakin terancam. Ujungnya serangan mikro plastik yang bertambah massif. Para pemimpin negara/pemerintahan dan dunia harus menyadari kondisi krusial tersebut. Kita sedang mempertaruhkan masa depan Indonesia!!

Lalu, pemerintah merancang pelbagai project untuk pengurangan sampah plastik, mendesain ulang sampah plastik, bersih-bersih sampah di laut, dll. Namun dari semua kebijakan, perencanaan dan implementasi project harus kembali pada akar dasarnya. Untuk menuju produksi dan pola hidup berkelanjutan harus kembali pada material/bahan baku yang ramah lingkungan.

Seperti kita menginginkan plastik mudah terurai/ramah lingkungan maka bahan baku yang kita gunakan harus ramah lingkungan, sesedikit mungkin menghasilkan sampah. Dalam konteks ini merupakan siklus produksi ramah lingkungan, masa depan hidup hijau, hidup sehat dengan harapan hidup lebih panjang. Bangsa maju sudah mapan berpikir, berpilaku dan bertindak seperti itu, sayangnya mereka mengarahkan jual produksi plastik konvensional dan limbahnya ke Indonesia, dan negara-negara. Ingatkah kita track record sampah ekspor impor yang membanjiri Indonesia. Indonesia menjadi salah satu negara tujuan dumping dan open dumping sampah dari puluhan negara maju.

Kita, Indonesia harus merubah mindset, perilaku dan tindakan yang berpegang pada produksi bersih, ramah lingkungan dimulai dari bahan baku yang ramah lingkungan, terutama dalam memproduksi plastik. Apa pun tantangannya, Indonesia dan rakyat butuh plastik ramah lingkungan.

Bagong Suyoto Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI) dan Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)