Teknologi Greenhope Menjadi Solusi Dari Pencegahan Sampah Plastik, Kapan Lagi Kalau Bukan Sekarang?

Kamis, 08 Maret 2018

Pada 27 Februari 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menyelenggarakan  Workshop Pengelolaan Sampah di Pantai dan Laut di Hotel Borobudur (Jakarta) yang dibuka langsung oleh Ibu Siti Nurbaya Bakar selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Acara tersebut juga dihadiri oleh Bapak Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Maritim beserta 200 pejabat daerah bupati dan walikota se-Indonesia. Menteri Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa sampah laut merupakan tanggung jawab bersama. Sehingga beliau mengupayakan prinsip revolusi mental untuk merubah perilaku masyarakat Indonesia yang tidak hanya bergantung pada pemulung dan petugas kebersihan dalam mengelola sampah. Beliau juga berterima kasih terhadap pemerintah daerah, perusahan, aktivis, dan semua elemen yang berperan aktif dalam melakukan kampanye dan aktivitas terkait isu pengelolaan sampah.

KLHK juga mendatangkan pakar dari Jepang, Korea Selatan, Denmark, Swedia dan Jerman untuk berbagi informasi mengenai penanganan sampah di negara masing-masing. Teknologi penanganan sampah akan berbeda pada setiap negara, karena hal ini tergantung dari teknologi dan sumberdaya yang ada. Jepang menggunakan incenerator untuk pembakaran sampah yang dikonversi menjadi energi. Begitupun dengan negara yang lain yaitu Denmark, Swedia, dan Jerman. Sedangkan di Korea Selatan, negara tersebut menerapkan prinsip Ecotown, yaitu strategi penumbuhan ekonomi baru sekaligus menyelesaikan masalah sampah. Namun, langkah utama yang dilakukan oleh negara maju tersebut adalah tindakan pencegahan dengan melarang pemakaian plastik non-degradable dan menerapkan bea cukai pada plastik. Metode landfill juga diterapkan di negara Jerman namun dalam persentase yang kecil, dimana gas yang dihasilkan juga dimanfaatkan untuk energi.

Bapak Sugianto Tandio sebagai narasumber menambahkan bahwa Indonesia pada dasarnya telah memiliki teknologi yang mampu berdampak terhadap pengurangan sampah plastik, yaitu Oxium dan Ecoplas. Teknologi Oxium yang merupakan aditif pada plastik akan membantu proses degradasi menjadi 2-5 tahun. Sedangkan Ecoplas yang terbuat dari tepung singkong tentu saja tidak akan mencemari lingkungan karena terbuat dari bahan alami. Bapak Sugianto juga menambahkan bahwa adanya sampah plastik yang terdapat di laut adalah sebuah kecelakaan, karena tempat pembuangan sampah yang sebenarnya adalah TPS (Tempat Pembuangan Sampah) / landfill. Disamping itu, sampah plastik tidak bisa diatasi hanya dengan penggunaan teknologi yang lebih baik, namun juga diiringi dengan kesadaran dan perubahan gaya hidup ramah lingkungan. Prinsip 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Return to Earth) harus ada di setiap individu masyarakat Indonesia. Dengan begitu, Indonesia bebas sampah 2020 akan terwujud.